Sunday, August 1, 2010

Korelasi di Wellsite (2)

Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan lebih detil tentang aplikasi korelasi dalam pengambilan keputusan dan menentukan kapan dan dimana (kedalaman) harus dihentikan pemboran suatu sumur untuk coring point, casing point atau landing point. Contoh yang saya uraikan disini adalah aplikasi untuk sumur miring berarah (directional well) dengan memakai LWD tool.
Tentu saja, seorang Wellsite Geologist harus sudah siap dengan beberapa perangkat korelasi dan 'mesin' hitungnya saat sebelum memasuki zona yang kritis tersebut. Apa-apa saja yang perlu disiapkan dan dihitung? Memang bagi seorang Wellsite Geologist yang berpengalaman di suatu daerah pekerjaan tertentu selalu mencirikan bed marker tertentu dalam mencirikan zona / formasi batuan tertentu; yang dimana ini tidak dimiliki oleh semua wellsite geologist. Untuk itu, akan lebih baik bagi seorang Wellsite Geologist untuk mempersiapkan semua data-data yang nantinya sebagai acuan dalam mengambil keputusan tersebut.

Tahapan pertama, yaitu menyiapkan lembar korelasi log TVD yang siap untuk di"update" setiap saat. Lembar ini berupa sebuah data log sumur terdekat (offset well log). Offset well log ini bisa berupa, log yang berisi satu track GR (Gamma Ray) atau ROP atau juga ditambah dengan beberapa track lagi; seperti Resistivity atau Porosity ataupun Total Gas / Chromatograph gas. Log ini sudah disiapkan dengan garis-garis batas top formasi atau marker, yang nantinya akan dikorelasikan dengan log sumur yang sedang dibor (actual current well log). Di offset well log ini, jangan lupa untuk memberi tanda khusus STOP POINT (SP), misalnya dengan panah merah dimana berhentinya posisi kedalaman coring point atau casing point tersebut. Sedangkan disampingnya ditempatkan, actual well log dengan sudah ada korelasi dengan offset well pada zona-zona bagian atasnya sebelum memasuki zona kritis tersebut.
From Blog

Tahapan kedua, yaitu menyiapkan lembar tabel perhitungan; akan lebih efektif jika lembar perhitungan ini dibuat dalam format MS Excel, sehingga perhitungan bisa didapatkan secara otomatis. Untuk mendapatkan format perhitungan tersebut silahkan download di web saya (link ini). Data yang diperlukan adalah
- Tool offset bit distance, adalah jarak sensor LWD yang terdekat dengan bit, ambil contoh saja sensor GR adalah sensor yg terdekat dengan bit dan mempunyai jarak 15 meter dari bit. Maka perlu dimengerti dan disadari bahwa drill bit akan menembus 15 m MD (measured depth) LEBIH DALAM dari apa yang terlihat dan terekam pada GR LWD; saya menyebutnya sebagai "Blind Interval" (interval buta).
  1. Pada offset well, hitung jarak TVD dari bed marker / formation top terakhir ke STOP POINT, sebagai contoh bed marker terakhir mempunyai kedalaman 1208m TVDSS dan STOP POINT pada 1237m TVD, jadi jarak TVDnya adalah 1237 - 1208 = 29m TVD. Konversikan jarak 29m TVD tersebut ke jarak MD - bisa dengan rumus sederhana yaitu MD = TVD/cos (a); dimana (a) adalah sudut kemiringan (dip survey) lubang sumur; misalkan hasilnya adalah 32m MD, maka jarak inilah yang merupakan patokan batas bagi kita untuk menentukan SP (Stop Point). Jadi secara teoritis bed marker akan terlihat dan bisa diamati dengan GR yang terekam langsung (LWD GR realtime). Karena jarak ini masih lebih besar dari "Blind Interval" diatas.
  2. From Blog
  3. Pada current well, amati drilling parameter atau data LWD yang terekam saat memasuki bed marker. Catatlah kedalamannya, jika kedalaman masih dalam bentuk MD (measured depth); konversikan ke TVD tersebut, misalnya diketahui bed marker pada 1400m TVD (lihat gambar), maka dapat diperkirakan SP (Stop Point) yaitu 1400 + 29 = 1429m TVD. Konversikan kedalaman TVD ini ke MD (measured depth) untuk memberikan informasi kepada Drilling Supervisor; karena biasanya mereka terbiasa dengan kedalaman miring terukur (measured depth).
  4. From Blog
  5. Final Analysis, adalah analisa terakhir sebelum kita betul-betul memutuskan tempat "Stop point" ini adalah dengan mengamati dan mendeskripsikan dari 'drill cutting sample' kedalaman terakhir serta mengamati pembacaan gas. Analisa dan perhatikan dari data terakhir tersebut dan periksa kembali lembar korelasi, tabel perhitungan. Setelah itu, yakinlah bahwa keputusan yang diambil sudah baik dan tepat. Sajikan hasil-hasil korelasi dan perhitungan kepada Drilling Supervisor di rig, kemudian kirimkan kepada Operation Geologist di kantor anda sebagai lampiran (attachment) email anda.


Semoga bermanfaat,
Sad Agus Praptiono
Wellsite Geologist Consultant

6 comments:

ana' Geology said...

makasih Informasinya pak, akan sangat berguna untuk mahasiswa seperti saya pak, kalau boleh nanya sebagai orang geologist apakah pernah dalam satu sumur ada 4 kali atau lebih pengambilan dan semua data well log berbeda2 trus bagaimana mengatasi hal tersebut, terimakasih informasinya

Sad Agus said...

Kalau yg anda maksud adalah data dan kedalaman yg sama, bisa saja ini terjadi krn disebabkan kurang akurat atau kegagalan dlm pengambilan data. Penangulangan nya sangat tergantung dari kasusnya sendiri. Jadi tidak bisa disama-ratakan.
Tapi kalau yg dimaksud data yg diambil berbeda, hal ini memang hrs begitu. Misalnya wireline logging hrs mengambil data GR, Resistivity, porosity utk run pertama, kmd run kedua data tekanan formasi, run ketiga data seismik dst, dst. Sama halnya dg data dg kedalaman berbeda juga hrs diambil dlm beberapa run. Semoga berkenan.

Gede siddiarta said...

terima kasih pak atas infonya, saya mau nanya bagaimana cara menentukan patahan dari korelasi data well logging, dan bagaimana kita tau bahwa patahan tersebut bersifat penyalur atau penyekat, saya kurang mengerti karena basic saya petroleum engineer, jadi kurang paham, terimakasih pak

Sad Agus said...

Patahan atau sesar dapat ditentukan setelah melihat korelasi dari sumur terdekat (offset well), kuncinya adalah jika ada bagian yang hilang dari interval tertentu yang dikorelasikan; mulai bagian hilang tersebut adalah sesar normal / turun; tapi jika ada bagian yang berulang maka mulai bagian perulangan tersebut adalah sesar naik. Patahan atau sesar penyalur atau penyekat (sealed), dapat di "interpretasi" kan jika saat pemboran memotong sesar tersebut muncul adanya gejala anomali formation pressure atau oil / gas show pada cutting. Hal ini dapat lebih dipastikan dengan adanya pengukuran tekanan formasi pada saat MDT (Modular Dynamic Tester) berlangsung; yg selanjutnya dapat dikorelasikan dengan reservoir sumur sekitarnya. Semoga berkenan.

Anonymous said...

Lalu, pak, bagaimana cara kita bisa tahu apakah korelasi itu berupa patahan atau lipatan? Harus dilihat dari data seismik? Atau ada cara quick look langsung dari data-data well tersebut? Karena sama seperti pada patahan, pada lipatan juga terjadi kenaikan/penurunan lapisan, bukan?

Sad Agus said...

Patahan atau "Fault" sudah saya jelaskan di komentar sebelumnya. Tapi jika bentuk struktur lipatan akan terlihat jelas pada penampang seismik. Wireline log berupa imaging log (FMI, OBMI) dapat melihat perlapisan batuan dan pengukuran kemiringan lapisan. Sedangkan dari korelasi data-data wireline log atau LWD log, kita hanya mengetahui adanya kemiringan antara satu sumur dg sumur yg lain; jadi struktur lipatan tidak bisa kita lihat secara langsung. Semoga membantu.

Post a Comment